Sawit Notif – Indonesia menorehkan capaian bersejarah setelah melalui proses perundingan panjang dengan mitra dagang internasional. Dua kesepakatan strategis berhasil diraih, yakni Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU–CEPA) dengan Uni Eropa dan Indonesia–Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA–CEPA) dengan Kanada. Kedua perjanjian ini diharapkan memperkuat diplomasi ekonomi Indonesia, membuka akses pasar yang lebih luas, serta meningkatkan arus investasi dari Eropa dan Amerika Utara.
Dilansir dari website Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia ekon.go.id, momen bersejarah ini ditandai dengan penandatanganan ICA–CEPA di Ottawa pada Rabu (24/09), yang disaksikan langsung oleh Presiden RI Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Kanada Mark Carney. Sehari sebelumnya, Selasa (23/09), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Komisioner Perdagangan dan Keamanan Ekonomi Komisi Eropa Maroš Šefčovič menandatangani dan mengumumkan secara bersama Kesepakatan Substantif IEU–CEPA di Bali.
Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto, menyatakan bahwa kesepakatan ini menjadi bukti keseriusan Indonesia dalam memperjuangkan kepentingan nasional di kancah perdagangan global.
“Kedua kesepakatan ini menjadi bukti konsistensi Indonesia dalam memperjuangkan kepentingan nasional di tengah dinamika perdagangan global. Dengan tercapainya Kesepakatan Substantif IEU–CEPA dan ICA–CEPA, Indonesia tidak hanya memperoleh posisi tawar yang lebih kuat, tetapi juga memastikan manfaat nyata dapat dirasakan langsung oleh dunia usaha dan masyarakat,” ujarnya.
Pengamat ekonomi Sunarsip menilai Uni Eropa adalah mitra dagang penting dengan kontribusi sekitar 10% dari total ekspor Indonesia. Menurutnya, sebagian besar ekspor Indonesia ke Eropa meliputi mineral logam untuk industri otomotif, besi, baja, elektronik, serta produk CPO dan minyak nabati yang digunakan dalam biofuel, pangan, dan kosmetik.
“Melalui IEU–CEPA, ekspor produk unggulan tersebut diproyeksikan akan semakin meningkat dan memiliki akses pasar yang lebih luas,” tutur Sunarsip.
Ia menambahkan bahwa IEU–CEPA juga dapat menjadi pasar alternatif strategis di tengah kebijakan tarif global yang kerap tidak seimbang.
“Kebijakan IEU–CEPA ini pada akhirnya akan menjadi sumber penguatan surplus bagi neraca perdagangan kita, yang tentunya akan memperkuat posisi cadangan devisa kita,” jelasnya.
Di sisi lain, Pengajar Universitas Indonesia Firman Kurniawan menekankan pentingnya langkah lanjutan agar manfaat kesepakatan ini dapat menjangkau pelaku usaha kecil.
“Pasca tercapainya Kesepakatan Substantif IEU–CEPA, diperlukan kebijakan turunan yang mendorong kemitraan antara pelaku usaha besar dengan UMKM agar manfaat ekonomi dari perjanjian ini dapat dirasakan secara luas,” kata Firman.
Ia juga menyoroti perlunya komunikasi publik yang sederhana agar masyarakat memahami potensi perjanjian tersebut.
“Pemerintah harus mengemas pesan komunikasi yang menonjolkan manfaat nyata bagi publik, bahkan hingga pada level sektoral agar peluang ekonomi dari perjanjian tersebut dapat dipahami dan dimanfaatkan secara maksimal,” ujarnya.
Firman menambahkan bahwa media konvensional maupun digital memiliki peran penting untuk mencegah kesalahpahaman publik.
“Agar tidak mengalami misinformasi, media konvensional maupun digital perlu dilibatkan dalam dialog untuk memahami secara utuh makna perjanjian maupun keuntungan dan kesempatan yang diperoleh masyarakat Indonesia,” pungkasnya. (AD)(DK)(SD)