Jakarta – Kementerian Perindustrian ( Kemenperin) sedang cari ilmu, untuk bisa optimalkan limbah cair yang dihasilkan dari pengolahan kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME), buat budidaya alga untuk hasilkan biofuel.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto sudah mengunjungi Fraunhofer, yaitu lembaga riset yang ada di Jerman, yang mengembangkan satu jenis alga yang bisa konversi POME menjadi gasoline.
Kali ini, Kemenperin melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) gandeng Algae Biomass and Energy System (ABES) University of Tsukuba, Jepang, yang punya pengalaman riset komoditas alga atau ganggang, buat jadi salah satu sumber energi.
“Pengembangan energi terbarukan ini sesuai agenda 10 prioritas nasional yang tertuang di dalam roadmap Making Indonesia 4.0,” ujar Ngakan Timur Antara Kepala BPPI Kementerian Perindustrian dalam siaran resminya, Minggu (6/5/2018).
POME tersebut nantinya bakal jadi media untuk budidaya alga di daerah tropis seperti Indonesia, dan dapat menghasilkan senyawa bernilai tinggi, seperti DHA oil dan biofuel.
Dari sisi ekonomi, nilai tambah yang dihasilkan jauh lebih besar daripada konversi menjadi biogas. Apalagi, Indonesia adalah salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan nilai produksi minyak sawit mencapai 38,17 juta ton pada tahun 2017.
Airlangga Hartarto juga menyebutkan, penemuan itu bisa tekan emisi gas buang kendaraan dan mengurangi ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM). Hal ini sejalan dengan program low carbon emission vehicle (LCEV), mendorong industri otomotif di Indonesia memproduksi kendaraan ramah lingkungan.
Produksi minyak dan gas (migas) nasional terus menurun, seiring menipisnya cadangan migas yang dimiliki Indonesia dan minimnya kegiatan eksplorasi di Tanah Air.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan, cadangan minyak nasional hanya sekitar 3,3-3,6 miliar barel. Jadi dengan tingkat produksi rata-rata 275-288 juta barel per tahun, apabila tidak ditemukan cadangan minyak yang baru maka cadangan minyak ini akan habis dalam 12 tahun.
sumber: kompas.com