Harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) pada Senin siang ini (25/2/2019) terperosok cukup dalam.
Hingga pukul 15:30 WIB, harga CPO di Bursa Malaysia Derivatives Exchange amblas 1,46% ke posisi MYR 2.224/ton (US$ 546,43/ton), setelah sebelumnya juga turun 0,31% akhir pekan lalu (22/2/2019).
Selama sepekan, harga CPO sudah terkoreksi 2,62% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun, harga komoditas agrikultur andalan Indonesia ini tercatat menguat 4,95%.
Nilai ekspor minyak sawit Malaysia yang turun pada bulan Februari membuat pelaku pasar kembali dihantui potensi turunnya permintaan.
Berdasarkan hasil survei Amspec Agri Malaysia, ekspor minyak sawit Malaysia pada periode 1-25 Februari berkurang hingga 6,1% dibanding periode yang sama bulan sebelumnya (MtM).
Sedangkan surveyor kargo Intertek Testing Services juga mencatat penurunan jumlah ekspor sawit Malaysia sebesar 5,5% MtM pada periode 1-25 Februari.
Turunnya nilai ekspor minyak sawit mengindikasikan permintaan yang tengah melambat.
Selain itu, akibat damai dagang Amerika Serikat (AS)-China yang semakin terang, investor mulai kembali berani berinvestasi pada aset-aset di emerging market, termasuk Malaysia. Alhasil, nilai Ringgit menguat 0,12% hingga saat ini.
Kala Ringgit menguat, maka harga CPO akan menjadi relatif lebih mahal bagi pemegang mata uang lain. Akibatnya, pesona CPO semakin pudar.
Di sisi lain, turunnya produksi sawit Malaysia dan Indonesia nampaknya masih berada di bawah ekspektasi pelaku pasar.
Pasalnya, meskipun produksi sawit Indonesia di bulan Januari turun 7,7% dibanding Desember 2018, namun masih lebih tinggi dibanding produksi di Januari 2018.
Hal senada juga terjadi di Malaysia dimana produksi bulan Januari turun 3,9% MtM namun masih berada di atas level produksi di bulan yang sama tahun 2018.
Dengan begini, maka inventori minyak sawit yang telah menumpuk sejak akhir tahun 2018 tidak dapat terkuras banyak.
Tak hanya itu, ternyata kali ini pelaku pasar tidak terbawa sentimen positif yang diakibatkan oleh naiknya harga kontrak minyak kedelai yang sebesar 0,7% hari ini.
Menurut salah seorang pialang, kesepakatan damai dagang AS-China akan membuat Negeri Panda lebih banyak membeli kedelai AS.
“untuk saya, kabar ini [damai dagang] tidak terdengar terlalu bagus karena China akan membeli kedelai, yang membuat impor minyak sawit akan berkurang,” ujar pialang yang berbasis di Kuala Lumpur, mengutip Reuters.
Seperti yang telah diketahui, minyak sawit dan minyak kedelai merupakan rival yang saling berkompetisi mendapatkan bagian di pasar minyak nabati global.
sumber: cnbcindonesia.com