Sawit Notif – Kemitraan sebagai kunci kesejahteraan petani sawit kecil hanyalah jargon. Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menilai, kemitraan perkebunan sawit, khususnya skema bagi hasil dengan berbagai sistem, termasuk manajemensatu atap telah menjerumuskan masyarakat di desa pada kemiskinan dan konflik.
Mengutip Republika.co.id, Kepala Advokasi SPKS, Marselinus Andri mengatakan, dari 10 temuan utama hasil investigasi yang dilakukan The Gecko Project di perkebunan sawit, menunjukkan skema kemitraan yang selalu dijadikan success story gagal menciptakan kesejahteraan bagi petani desa dan malah menjerumuskan mereka ke dalam hilangnya pendapatan dan tanah mereka.
Menurutnya, masyarakat yang terhubung dalam skema plasma memperoleh bagian sangat kecil dari keuntungan yang bisa dihasilkan perkebunan. Berdasarkan kajian lepas yang ada, kebun plasma bisa menghasilkan keuntungan lebih dari Rp 22 juta per hektare ditiap tahun.
Kemudian, Pekebun kelapa sawit skala kecil mandiri yang mengelola perkebunannya tanpa dukungan perusahaan perkebunan bisa mendapatkan lebih dari Rp 15 juta per hektar per tahun. Andri juga mengatakan bahwa dari beberapa kasus plasma yang mereka selidiki, para petani itu hanya mendapatkan keuntungan rata-rata sekitar Rp 2,5 juta, (22/12).
Lalu, berdasarkan catatan SPKS, pendapatan petani plasma umumnya juga sangat rendah, bahkan nihil dan tidak cukup untuk membayar angsuran hutang kredit. Kondisi tersebut karena rendahnya produksi dari kebun yang dikelola tidak sesuai standar agronomis yang ditetapkan oleh pemerintah.
Maka itu, ia menilai petani plasma sama sekali tidak punya pilihan untuk keluar dari skema yang buruk, sebab terlilit hutang.
Sumber: Republika.co.id