Perkebunan kelapa sawit dapat ditetapkan menjadi obyek vital nasional karena bersifat strategis bagi perekonomian nasional, selain itu sawit memenuhi aspek dapat memenuhi hajat hidup masyarakat.
Direktur Pengamanan Objek Vital (Dir Pam Obvit) Baharkam Mabes Polri Brigjen Pol Ahmad Lumumba dalam Seminar Borneo Forum II 2018 di Balikpapan, Jumat mengatakan, ha itu merupakan syarat untuk bisa ditetapkan sebagai objek vital nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional.
“Sawit punya peranan strategis sebagai penyumbang devisa, di atas sektor migas. Sebagaimana dikatakan Presiden Jokowi bahwa sawit strategis,” katanya.
Menurut dia, sawit adalah penyumbang devisa besar bagi negara, jadi bukan objek biasa karena kontribusinya besar sekali dan dapat dijadikan objek vital nasional, hal itu tinggal diatur oleh kementerian terkait.
Sebagaimana dijelaskan Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional, pengertian objek vital nasional adalah kawasan/lokasi, bangunan/instalasi dan/atau usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, kepentingan negara dan/atau sumber pendapatan negara yang bersifat strategis.
Salah satu persyaratan yang dimiliki perkebunan sawit sebagai objek vital nasional adalah menghasilkan kebutuhan pokok sehari-hari; dan apabila terdapat ancaman dan gangguan terhadapnya mengakibatkan bencana terhadap kemanusiaan dan pembangunan.
Merujuk kepada aturan tadi, kata Ahmad Lumumba, maka industri sawit dapat didorong menjadi objek vital nasional.
“Dengan begitu, Polri bisa memaksimalkan keamanan dan bantuan bagi objek vital tadi,” ujarnya.
Menyikapi kampanye negatif yang dilakukan LSM terhadap sawit terutama tindakan masuk kebun tanpa izin untuk mengambil dokumentasi dan data kampanye, Ahmad Lumumba menegaskan dapat dilakukan penindakan apabila terbukti terjadi pelanggaran hukum.
“Tidak ada yang kebal, termasuk LSM. Apabila memenuhi unsur pelanggaran bisa ditindak,” tegasnya.
Di tempat terpisah, Dirjen Perkebunan Bambang menyambut positif rencana tersebut, karena ditetapkannya perkebunan sawit sebagai objek vital nasional sangat penting, sebab sawit selama ini banyak mendapat kampanye negatif baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
“Ini kan aneh, dari dalam negeri yang tidak memahami arti penting sawit juga ikut menyerang. Padahal sawit sebagai penyerap tenaga kerja dan sumber devisa. Dengan penetapan sawit sebagai obyek vital nasional itu saya pikir sangat tepat,” kata Bambang.
Nilai ekspor minyak sawit dan produk turunannya paling tinggi di antara komoditas yang ada di Indonesia, termasuk di antaranya minyak dan gas bumi (migas). Data Ditjen Perkebunan menyebutkan pada 2017 dari total ekspor komoditas perkebunan yang mencapai 33 miliar dolar AS, sekitar 22,9 miliar dolar di antaranya berasal dari sawit.
“Jadi kami sangat senang (penetapan sawit sebagai objek vital nasional), dan itu sangat penting. Bagaimana mungkin negara tidak memberikan perhatian terhadap sawit yang memberikan sumbangan sangat besar,” katanya.
Bambang juga menegaskan bahwa sawit akan menjadi kekuatan Indonesia dimasa yang akan datang. “Saat migas akan habis, tanaman yang sangat produktif menghasilkan energi adalah sawit. Sawit ini menjawab tantangan dunia akan energi dalam jangka panjang,” ujarnya.
Anggota Komisi II DPR Firman Subagyo juga sepakat untuk menjadikan perkebunan sawit ditetapkan sebagai objek vital nasional, karena sawit telah memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara yang sangat signifikan.
Firman menjelaskan sawit dari aspek ekonomi memberikan penerimaan negara yang sangat besar. Sementara dari aspek sosial bisa menyejahterakan masyarakat dan dari aspek ketenagakerjaan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar, yakni mencapai 6 juta tenaga kerja yang terlibat langsung dari industri kelapa sawit.
“Oleh karena itu jika sawit tidak dimasukkan dalam kategori objek vital nasional, kalau terjadi pemogokan massal huru-hara dan sebagainya bisa menimbulkan multikrisis ekonomi, sosial dan sebagainya, kata mantan Wakil Ketua Komisi IV DPR ini.
Karena, lanjut Firman, kelapa sawit juga terbukti bisa menjawab kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa.
“Karena pembangunan itu kan selama ini di Jawa, di luar Jawa nyaris tidak tersentuh. Dengan adanya sawit, kesejahteraan masyarakat di Jawa dengan luar Jawa sudah nyaris berimbang,” ujarnya.
sumber: wartaekonomi.co.id