Pemerintah Tambah 500 Ribu Hektare Lahan Sawit untuk Dorong Hilirisasi Nasional

hilirisasi-sawit

Sawit Notif – Kementerian Pertanian (Kementan) terus mempercepat langkah strategis dalam mendukung hilirisasi industri kelapa sawit nasional. Salah satu kebijakan penting yang mulai diimplementasikan adalah pembukaan lahan baru seluas 500 ribu hektare yang ditujukan untuk memperkuat pasokan bahan baku minyak sawit mentah (CPO) bagi sektor industri hilir yang terus berkembang.

Dilansir dari sawitindonesia.com, Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan RI, Baginda Siagian, menjelaskan bahwa program perluasan lahan ini mencakup 200 ribu hektare lahan inti dan 300 ribu hektare lahan plasma. Skema ini melibatkan kolaborasi antara perusahaan perkebunan dan petani rakyat di berbagai daerah strategis, termasuk Riau, Kalimantan, Papua, dan kemungkinan besar Sumatera Utara. Wilayah Kalimantan, khususnya Kalimantan Utara, disebut memiliki potensi pengembangan yang cukup besar untuk mendukung program ini.

“Targetnya sekitar 500 ribu hektare, terdiri atas 200 ribu hektare lahan inti dan 300 ribu hektare lahan plasma di beberapa daerah seperti Riau, Kalimantan, Papua, dan mungkin juga Sumatera Utara. Potensi terbesar memang ada di Kalimantan Utara,” ujar Baginda Siagian kepada SawitIndonesia.com seusai pembukaan IPOS Forum 2025 di Medan, Sumatera Utara, Kamis (30 Oktober 2025).

Menurut Baginda, langkah pembukaan lahan baru ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk meningkatkan kapasitas produksi CPO, sehingga Indonesia mampu memenuhi permintaan yang terus meningkat dari sektor hilir. Dengan kebutuhan bahan baku yang kian besar, pemerintah menilai ekspansi lahan menjadi salah satu solusi penting untuk menjaga kesinambungan pasokan jangka panjang.

“Ini adalah pembukaan lahan baru yang bertujuan menambah produksi. Karena kebutuhan kita terhadap bahan baku terus meningkat, maka produksi harus diperluas. Dengan begitu, kebutuhan industri hilir bisa terpenuhi dalam 10 hingga 20 tahun ke depan,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa proyek perluasan lahan sawit ini tidak dilakukan secara serentak, melainkan akan dilaksanakan secara bertahap mulai tahun 2025. Fokus utama dari program ini adalah memastikan ketersediaan pasokan bahan baku untuk berbagai sektor hilirisasi sawit, mulai dari minyak goreng, oleopangan, oleochemical, hingga biodiesel.

“Untuk mendorong hilirisasi baik di sektor minyak goreng, oleopangan, oleochemical, maupun biodiesel—kita harus menyiapkan bahan bakunya sejak dini. Program ini sudah dimulai tahun ini, meskipun masih secara bertahap dan tidak sekaligus,” tambah Baginda.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa keberhasilan program ini memerlukan dukungan dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan industri sawit, baik dari pemerintah, pelaku usaha, hingga petani plasma. Baginda juga menyoroti pentingnya menjadikan industri kelapa sawit sebagai simbol pembangunan hijau nasional, yaitu pembangunan yang menggabungkan produktivitas tinggi, tata kelola lahan yang berkelanjutan, serta tanggung jawab sosial dan lingkungan.

“Untuk itu, kita semua perlu memiliki komitmen yang kuat dalam meningkatkan produktivitas sawit nasional, memperbaiki tata kelola lahan, mempercepat hilirisasi dan industrialisasi sawit untuk menciptakan nilai tambah nasional. Semua itu harus dilakukan dengan tetap menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan,” pungkasnya.

Dengan adanya program perluasan lahan seluas 500 ribu hektare ini, pemerintah berharap industri kelapa sawit Indonesia semakin kompetitif dan berkelanjutan, sekaligus mampu menjadi penggerak utama perekonomian nasional di masa depan melalui peningkatan nilai tambah dari sektor hilir. (AD)(DK)(SD)