Sawit Notif – Pemerintah terus mendorong pemanfaatan energi terbarukan, salah satunya melalui pengembangan bioenergi berbasis bahan bakar nabati. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bahwa biodiesel akan menjadi salah satu pilar utama dalam upaya transisi energi menuju target net zero emission pada 2060.
Dilansir dari sawitindonesia.com, meski demikian, implementasi campuran biodiesel 50 persen atau B50 belum akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Uji coba terbatas B50 dijadwalkan mulai dilakukan pada 2026 secara bertahap.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menyampaikan bahwa saat ini pemerintah tengah menyusun aturan baru melalui Peraturan Menteri (Permen) No. 4. Regulasi tersebut akan mengatur pengembangan bahan bakar nabati secara menyeluruh, termasuk biodiesel, bioetanol, bioavtur, hingga hydrotreated plant oil (HPO).
“Bioenergi menjadi elemen penting dalam transisi energi, khususnya di sektor transportasi dan industri. Tapi kita harus memastikan kesiapan infrastruktur dan ketersediaan bahan baku, terutama CPO, sebelum B50 dijalankan,” ujar Eniya dalam seminar yang digelar APROBI, Kamis (17/7/2025) di Jakarta.
Ia menjelaskan bahwa kebutuhan bahan bakar untuk B50 diperkirakan mencapai 20 juta kiloliter per tahun naik signifikan dari kebutuhan B40 yang berada di angka 15 juta kiloliter. Dengan asumsi komposisi B50 menggunakan 50% FAME (Fatty Acid Methyl Ester), kebutuhan FAME diproyeksikan mencapai 20 juta ton per tahun, atau naik sekitar 5 juta ton dari B40.
Untuk mendukung implementasi tersebut, Indonesia perlu membangun lima pabrik biodiesel tambahan berkapasitas besar. Saat ini, tiga pabrik sudah dalam tahap pembangunan, namun kebutuhan masih belum mencukupi. “Kami butuh lima pabrik lagi, masing-masing minimal berkapasitas satu juta kiloliter,” jelasnya.
Uji coba penerapan B50 rencananya akan dimulai di Jakarta sebagai bagian dari skenario awal. Pemerintah juga akan terus berdiskusi dengan pelaku industri dan para ahli energi untuk menyempurnakan roadmap B50 ke depan.
Tak hanya fokus pada biodiesel, Eniya menyebut pengembangan bioetanol juga menjadi prioritas. Indonesia bahkan belajar dari India, yang telah berhasil menerapkan campuran E20 berbasis tebu di sektor transportasi. “Sawit kita bisa jadi seperti gula di India. Modelnya bisa diadopsi,” ujarnya.
Ia menegaskan, transisi energi tak hanya soal teknologi, tapi juga soal kejelasan regulasi, insentif bagi industri, dan keterlibatan aktif masyarakat. “Kalau emisi kita tidak mulai turun setelah 2030, maka net zero 2060 hanya akan jadi slogan kosong,” tandasnya.(AD)(SD)(DK)(NR)
Untuk informasi lebih lengkap terkait cara meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit Anda, silahkan hubungi 0821-2000-6888 atau kunjungi website www.pkt-group.com