Jakarta – Koalisi buruh kelapa sawit meminta pemerintah menjalankan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan kelapa sawit. Pengawasan itu untuk memantau apakah terjadi pelanggaran oleh perusahaan terhadap buruh atau tidak.
“Pengawasan itu penting sebenarnya. Banyak sekali permasalahan di sana. Sistem kerja tidak jelas, ada buruh harian lepas,” kata staf Advokasi Indonesia Trade Union Right Centre, Akbar, dalam Diskusi Koalisi Buruh Sawit, Ahad, 29 April 2018.
Koalisi buruh sawit melihat penegakan hukum masih lemah sehingga terjadi eksploitasi buruh. Menurut koalisi, eksploitasi buruh berupa target kerja terlampau tinggi, minimnya perlindungan dan keselamatan kerja, diskriminasi terhadap buruh perempuan, serta keberadaan pekerjaan anak.
Labor specialist Sawit Watch, Zidane, mengaku menemukan ada buruh anak di sebuah perusahaan kelapa sawit di Kalimantan Tengah pada 2017. “Dua orang yang berhasil saya temui. Ya, memang saya melihat mereka bekerja,” ujarnya.
Menurut Zidane, modus mempekerjakan anak-anak menggunakan kartu tanda penduduk orang lain. Modus tersebut, kata dia, tergolong baru.
Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (Serbundo) Natal Sidabutar mengatakan ada juga persoalan kebebasan berserikat dalam perusahaan sawit. “Penerapan undang-undang kebebasan berserikat di perkebunan itu hanya sebuah mimpi,” ucapnya.
Natal berujar, secara peraturan, telah ada yang mengatur kebebasan berserikat, tapi fakta di lapangan tidak pernah dijalankan. Natal berujar ada beberapa dugaan kuat pelanggaran hak berserikat yang terjadi di perkebunan. “Itu ada di Kabupaten Labuhan Bajo Selatan, sebanyak 10 orang dipaksa mengundurkan diri dari Serbundo,” tuturnya.
sumber: tempo.co