Sawit Notif – Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) mengungkapkan bahwa investor asal China menunjukkan minat besar untuk menanamkan investasi di industri kelapa sawit Indonesia, dengan nilai mencapai sekitar Rp149,04 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.560 per dolar AS).
Dilansir dari sawitindonesia.com, Ketua Umum DMSI, Sahat Sinaga, menjelaskan bahwa pihaknya telah dihubungi langsung oleh calon investor dari China yang tertarik membangun fasilitas pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak sawit. Ia menyebutkan bahwa teknologi pengolahan sawit dalam negeri saat ini sudah ketinggalan zaman dan menghasilkan emisi karbon yang tinggi.
“Saya usulkan teknologi baru, dan China menyatakan ketertarikan. Mereka siap membawa dana miliaran dolar AS untuk membantu petani kita,” ujar Sahat saat menghadiri pembukaan Palm Oil Expo Indonesia (Palmex) 2025 di JIEXPO Kemayoran, Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Menurut Sahat, investasi senilai US$9 miliar itu direncanakan berlangsung selama tujuh tahun, dimulai pada 2026. Dana tersebut akan difokuskan pada pembangunan mesin-mesin pengolahan TBS.
Ke depan, Sahat berharap petani tidak hanya menjual tandan buah segar, tetapi juga bisa mendapatkan keuntungan dari penjualan emisi karbon yang berhasil ditekan melalui teknologi ramah lingkungan.
“Tandannya bernilai, fibernya juga bernilai. Kita ingin petani bukan hanya jadi objek, tapi jadi subjek, jadi pelaku utama. Mereka bisa kaya,” ungkapnya.
Namun, Sahat menegaskan bahwa realisasi investasi ini bergantung pada kesediaan pemerintah untuk memberikan izin penjualan emisi karbon kepada pihak luar, termasuk China. Ia mencatat bahwa hingga kini, belum ada pihak yang resmi diizinkan menjual karbon di Indonesia.
DMSI juga berencana mengusulkan perubahan nama produk dari crude palm oil (CPO) menjadi degummed palm mesocarp oil (DPMO). Selain itu, proses pengolahan juga akan diubah dari yang semula menggunakan uap (steam) menjadi udara panas, demi menekan emisi karbon.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor CPO dan produk turunannya pada Maret 2025 tercatat sebesar US$2,19 miliar, turun 3,55% dibandingkan Februari 2025. Namun secara tahunan, nilai ekspor ini meningkat 40,85% dibandingkan Maret 2024 yang hanya sebesar US$1,56 miliar.(AD)(DK)(NR)