Jakarta – Kehadiran United Kingdom Climate Change (UKCC) di Kantor Kemenko Perekonomian dalam penyusunan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) merupakan bentuk pelanggaran kedaulatan negara yang tidak boleh ditolerir.
Demikian pendapat Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung dan anggota komisi IV DPR Firman Subagyo ketika dimintai pendapat di Jakarta, Selasa (20/2).
Tungkot mengatakan, penyusunan Perpres ISPO seharusnya hanya melibatkan para pemangku kepentingan (stake holder) Indonesia. Dengan alasan apapun, termasuk tujuan penguatan ISPO, pihak asing tidak dibenarkan ikut, apalagi melakukan intervensi kebijakan, kata Tungkot.
Perpres ISPO merupakan kebijakan mandatory untuk pembangunan perkebunan sawit berkelanjutan yang dirumuskan oleh para pemangku kepentingan di Indonesia. Pihak asing tidak perlu khawatir karena Indonesia merupakan negara pertama dan satu-satunya di dunia yang memiliki kebijakan dan sertifikasi tata kelola sawit berkelanjutan sejak tahun 2011
Kehadiran UKCC di forum itu justru mempertontonkan ketidak patutan pihak asing terhadap kebijakan pengelolaan sawit berkelanjutan di Indonesia, kata Tungkot.
Secara etika, pihak asing harus memahami bahwa perpres merupakan kebijakan negara dan bukan penyusunan standar baku mutu.Kalau pertemuan itu untuk menyusun standar baku mutu, boleh-boleh saja asing hadir dan melakukan intervensi.
Menurut Tungkot, usulan untuk memasukkan aspek Hak Asasi Manusia (HAM) dan transparansi seharusnya bisa diajukan pihak asing melalui seminar atau forum-forum diskusi. Itupun harus beretika dan tanpa ada unsur pemaksaan kehendak, kata dia.
Semua aspek pembangunan di Indonesia sangat memperdulikan aspek HAM. Kalau terjadi pelanggaran HAM, Indonesia punya Komnas HAM yang setiap bisa diakses semua pihak.
Sama dengan kebijakan di sektor lain, aspek HAM tidak perlu masuk dalam kriteria ISPO . Hal itu sudah diratifikasi dalam UU. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang peduli dengan persoalan HAM.
Usulan untuk memaksakan aspek HAM dalam Perpres ISPO sangat mengada-ngada. Tujuannya hanya untuk menjegal pertumbuhan sektor sawit Indonesia.
Tungkot mengingatkan, Eropa tidak perlu mengajari Indonesia soal HAM. Selama ini, Pemerintah Indonesia sangat lebih peduli dengan persoalan HAM. Sebaliknya Eropa perlu mengintropeksi diri karena punya sejarah kelam soal HAM.
Perkebunan sawit, kata Tungkot juga punya transparansi dalam setiap aspek kegiatannya yang diawasi lembaga pemerintah.
Kebijakan sawit di Indonesia bukan hanya ISPO. Ada banyak kebijakan lain yang saling terkait. Harga TBS misalnya ditetapkan pihak provinsi. Jadi tidak dimonopoli satu kelompok.
Indonesia punya banyak persyaratan terkait standar mutu. Untuk pangan pengawasannya dilakukan BPOM. Untuk pupuk, benih dan pestisida pengawasan dilakukan kementerian pertanian Kita juga punya standar Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang diatur Kementerian Ketenagakerjaan.
Jadi transparansi seperti apa lagi yang mau mereka dituntut. Ini hanya akal-akalan asing supaya bisa mengatur sawit Indonesia.
Firman Subagyo mengingatkan, sejak awalnya, seharusnya pemerintah sudah punya sikap tegas terhadap maraknya intervensi asing di sektor sawit.
Intervensi asing pada penyusunan Perpres ISPO harusnya bisa menjadi pembelajaran terakhir dan tidak terulang kembali. Ketegasan pemerintah membela sawit Indonesia harus menjadi sikap bersama agar kasus itu tidak berulang, kata Firman
Firman mengingatkan, di semua negara perlindungan terhadap komoditas strategis merupakan hal yang lumrah. Di Negara manapun, tidak pernah ada kebijakan yang membiarkan pihak luar mencampuri regulasi komoditas unggulannya.
Sumber: industry.co.id