Bangka – Anjoknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya rendahnya harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO), yang saat ini mencapai sekitar US$ 400 lebih per ton.
Sedangkan adanya perbedaan harga beli TBS petani di Bangka dengan di Belitung, oleh pabrik kelapa sawit (PKS) diantaranya karena pihak PKS enggan membeli TBS petani, sesuai ketentuan harga TBS yang ditetapkan Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Bangka Belitung.
Hendry Tjen dari Asosiasi Perkebunan Besar di Belitung mengatakan, PKS di Pulau Belitung mengikuti ketentuan harga TBS yang diterbitkan oleh Disbun Babel setiap bulan.
“Bukan berarti selama ini PKS di Belitung tidak mengalami kesulitan dengannya rendahnya harga CPO. Karena kami pada dasarnya mengolah buah sendiri, sehingga buah luar kami perlakukan sebagai penunjang program CSR,” ujarnya dalam surat elektronik (email) yang diterima Bangka Pos, Selasa (9/10)
PKS di Pulau Belitung, lanjutnya, mencoba bertahan tetap menerima buah dari kebun petani swadaya atau mandiri. Beberapa bulan ini PKS Belitung istilahnya tidak memperhitungkan biaya produksi ( penyusutan mesin, upah kerja dan lainya).
Tapi pihaknya berusaha menghindari terjadinya unjuk rasa karena penolakan buah luar.
Perbedaan di Pulau Bangka dengan di Pulau Belitung, menurutnya adanya PKS tanpa kebun di Pulau Bangka.
PKS tanpa kebun atau mencukupi untuk menghasilkan buah sendiri. Sehingga jelas tidak mungkin beroperasi secara bisnis, kalau harus mengikuti harga TBS yang ditetapkan oleh Disbun Babel.
Mereka sudah lama membayar harga TBS petani swadaya mandiri di bawah harga Disbun Babel. Selama ini mereka belum diperhatikan
Disbun Babel, karena pada dasarnya harga Disbun Babel hanya untuk melindungi petani plasma atau yang ada kontrak dengan PKS.
Terjadinya kekisruhan soal harga TBS saat ini, karena harga CPO sudah terlalu rendah, imbasnya harga TBS yang dibayarkan kepada petani swadaya atau mandiri juga sangat rendah.
sumber: tribunnews.com