Jakarta – Greenpeace Indonesia menilai pengelolaan dana sawit untuk sejumlah perusahaan industri bahan bakar nabati (biofuel) tidak tepat sasaran, sehingga pengelolaan dana sawit bisa dialihkan untuk penelitian dalam rangka peningkatan produksi sawit.
“Dana tersebut seharusnya fokus digunakan untuk penelitian, pengembangan dan peremajaan supaya bisa meningkatkan kualitas dan kapasitas perkebunan sawit yang sudah ada,” kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Asep Komarudin dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Minggu (18/2/2018)
Menurut dia, tidak perlu ada lagi pembukaan lahan sawit di lahan gambut atau di kawasan hutan, karena pembukaan lahan sawit kerap menjadi faktor penyebab bencana kebakaran hutan dan lahan gambut.
Dia mengatakan pula, sepanjang Januari-September 2017, ada lima perusahaan sawit besar yang mendapatkan kucuran dana sekitar Rp7,5 triliun melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Ia menyebutkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang diteken oleh Presiden Joko Widodo itu, diatur tentang penggunaan dana tersebut.
Pada pasal 11 ayat (1) disebutkan, dana yang dihimpun adalah untuk pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan perkebunan sawit, promosi perkebunan kelapa sawit, peremajaan tanaman perkebunan, serta prasarana perkebunan sawit.
Sedangkan pada ayat (2) dijelaskan bahwa penggunaan dana itu, juga dipakai untuk kebutuhan pangan, hilirisasi industri dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel.
“Kami berpandangan konversi lahan dan sistem subsidinya untuk penyediaan biofuel tidaklah tepat. Seharusnya subsidi sebesar itu bisa digunakan untuk ketahanan pangan atau bahkan menjawab kebutuhan petani sawit mandiri,” ujar Asep.
Sumber: industry.co.id