Penyelenggara pemilihan umum mengkaji pembukaan tempat pemungutan suara di areal perkebunan kelapa sawit guna memastikan para pekebun menunaikan hak pilih pada Pemilihan Umum 2019. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan tempat pemungutan suara (TPS) pada Pemilu 2019 dibuka berdasarkan domisili pemilih.
Dari simulasi KPU untuk kontestasi tahun depan yang menggunakan 5 kotak suara, maka 1 TPS idealnya menampung 300 pemilih.
“Kalau ada 300 orang pemilih di kebun bisa 1 TPS karena jumlahnya mencapai batas yang ditentukan,” katanya dalam Rapat Konsultasi Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Selasa (13/3/2018).
Kendati TPS di kebun memungkinkan, Arief menuturkan status para pemilih berpotensi menjadi persoalan pelik bagi petugas pemungutan suara. Pasalnya, mayoritas pekebun tidak tercatat sebagai warga di sekitar kebun melainkan terdata di daftar pemilih sesuai alamat KTP-el.
Pindah
Solusinya, tambah mantan Ketua KPU Jawa Timur ini, para pekebun bisa dianggap sebagai pemilih pindahan. Adapun, TPS di kebun masuk klasifikasi TPS khusus serupa dengan di rumah sakit atau rumah tahanan.
“TPS di kebun ini akan menjadi pertimbangan kami. Pada praktik pemilu sebelumnya, mereka memilih di TPS terdekat dari kebun,” tuturnya.
Pernyataan Arief tersebut merupakan tanggapan atas permintaan Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Golkar Tabrani Maamun mengenai opsi pendirian TPS di perkebunan kelapa sawit. Pria asal Riau ini berkaca dari kondisi para pekebun di sentra-sentra perkebunan kelapa sawit kampung halamannya yang di pemilu terdahulu tak dapat menggunakan hak pilih.
“Di perkebunan kebanyakan pekerja musiman. Pegawai jumlahnya ribuan sampai puluhan ribu. Bagaimana TPS-nya?” katanya.
Tabrani menjelaskan para pekebun kesulitan mendapatkan izin dari manajer atau pengawas perkebunan untuk mendatangi TPS di luar kebun. Jika ini masih terjadi, tambah dia, esensi demokrasi hilang karena banyak warga tidak menyalurkan suaranya.
sumber: bisnis.com