Sawit Notif – Indonesia menargetkan percepatan pergantian bahan bakar minyak (BBM) dengan bahan bakar nabati (BBN) untuk memastikan ketersediaan bahan bakar ramah lingkungan di masa mendatang.
Sejumlah pencapaian telah dilakukan, seperti target pencampuran biodiesel yang merupakan tertinggi di dunia, namun sayangnya tidak diimbangi dengan kemajuan pemanfaatan bioetanol.
Salah satu solusi yang bisa menjadi pertimbangan adalah dengan memberdayakan Cellulosic Ethanol yang merupakan BBN atau biofuel generasi kedua yang dapat dicampur dengan bensin.
Mengutip infosawit.com, Peneliti International Council on Clean Transportation (ICCT), Tenny Kristiana, mengatakan sejak 2016 Indonesia tidak pernah mencatat hasil produksi dan konsumsi bahan bakar bioetanol, walaupun pemerintah telah mendorong pemanfaatannya dengan target pencampuran sebesar 2% (E2) di beberapa kota di Indonesia.
Target tersebut semakin bertolak belakang dengan konsumsi bensin nasional yang terus menanjak sebesar 48% selama periode 2010 – 2019 hingga melebihi konsumsi solar di tahun 2015. Untuk mencukupi kebutuhan itu, Indonesia diprediksi akan terus mengimpor BBM.
“Padahal sebenarnya Indonesia memiliki bahan baku yang melimpah untuk Cellulosic Ethanol yang bisa dicampur (blending) dengan bensin dan bisa mengurangi impor bensin nasional,” katanya dalam sebuah webinar yang dihadiri InfoSAWIT, akhir Maret 2021 lalu.
Jurnal yang diterbitkan oleh International Council on Clean Transportation (ICCT) menjelaskan, Indonesia memiliki potensi besar untuk memproduksi Cellulosic Ethanol secara efisien karena biaya bahan baku, tenaga kerja, tanah, dan konstruksi yang kompetitif dibandingkan dengan negara lain.
Meskipun demikian, diperlukan dukungan pemerintah sejak awal pendirian industri ini, dengan perkiraan subsidi dana tahunan sekitar Rp 4,7 – 6 Triliun, untuk mendukung peningkatan 10 fasilitas yang cukup besar, juga tergantung pada ketersediaan berbagai jenis bahan baku.
Pengembangan industri Cellulosic Ethanol dalam negeri dapat membawa banyak manfaat bagi Indonesia, diantaranya untuk mengurangi impor BBM dan peningkatan neraca perdagangan, serta akan mendorong industri baru, dan terciptanya lapangan kerja.
Di samping itu, pemanfaatan limbah sawit yang terbuang, tentunya akan memasok pendapatan tambahan untuk industri kelapa sawit. Untuk lingkungan, pemanfaatan limbah ini akan membantu mengurangi gas rumah kaca (GRK) lebih besar daripada BBM konvensional lainnya.
Sumber: infosawit.com