Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri sawit nasional menjadi momok di tengah harga minyak sawit mentah (CPO) yang fluktuatif, ekspor yang turun, dan pelbagai kampanye negatif terhadap sawit. Industri hulu menjadi sektor yang sangat rentan terkena imbas.
“Kondisi harga kemudian stigma buruk yang dibangun Eropa itu akumulasi, dampaknya pada harga. Harga ini sangat sensitif untuk mempengaruhi aktivitas di kebun,” kata Ketua Bidang Ketenagakerjaan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Sumarjono Saragih kepada CNBC Indonesia, Kamis (26/9/2019).
Menurut Sumarjono, pelaku usaha di sektor perkebunan mengurangi kegiatan produksi dan perawatan tanaman sebagai imbas pelemahan tersebut.
Maka, secara tidak langsung, hal itu merembet ke industri hulu sawit yang padat karya. Akibatnya pelaku usaha terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sumarjono belum dapat memastikan jumlah pekerja terkena PHK akibat minimnya data. Ini menjadi tantangan bagi Indonesia dan asosiasi pengusaha untuk menyediakan data komprehensif ketenagakerjaan di industri sawit.
“Tapi berdasarkan laporan lisan dari serikat buruh, khususnya pada akhir tahun lalu, ada banyak pengurangan kegiatan (di industri sawit). Kita bersyukur harga sedikit membaik, walau tidak signifikan, tetapi itu sudah menormalisasikan kegiatan,” ujarnya.
Kampanye negatif Uni Eropa (UE) terhadap sawit mencuat sejak beberapa tahun terakhir. Pada 2018, parlemen UE mengeluarkan RED II yang mengusulkan penghentian konsumsi biodiesel berbasis sawit dari Indonesia.
Lalu, pada bulan lalu, UE menerapkan bea masuk untuk biodiesel berbasis sawit dari Indonesia.
Di tengah tekanan harga dan kampanye negatif, Sumarjono meminta semua pihak menyadari untuk tidak beramai-ramai menyerang sawit tanpa melihat fakta dan dampak yang akan terjadi. Persoalan ini tidak hanya menyangkut perekonomian, namun juga masalah sosial.
“17 juta rakyat (yang hidup bergantung sawit) bisa terkena dampak sosial, 2008-2012 kriminalitas di sentra-sentra sawit meningkat, kredit motor macet, motor ditarik akhirnya terjadi kriminalitas untuk mempertahankan hidup mereka,” kata Sumarjono.
Tuduhan dari UE, menurutnya, perlu disikapi apakah fakta atau sekadar isu. Meski demikian, ada beberapa langkah yang akan ditempuh untuk menggairahkan kembali industri sawit nasional sekaligus mencegah terjadinya gelombang PHK.
“Untuk membuat pekerja sawit tidak kehilangan pekerjaan industri sawit harus bertahan dengan meningkatkan harga, efisien, dan produktivitas yang standar,” kata Sumarjono.
Selain itu, ia berharap program B30 dan Biofuel 100 (B100) pemerintah dapat terealisasi. Program B30 akan menjadi mandatori pada awal tahun 2020. Sementara B100 ditargetkan mulai diproduksi lima tahun mendatang.
Adapun pada perdagangan Kamis kemarin (26/9), harga CPO kembali melanjutkan tren koreksi. Penyebabnya adalah risiko penurunan permintaan di sejumlah negara besar Asia. Harga CPO di bursa Malaysia dibuka di RM 2.143/metrik ton, turun 0,2% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Bahkan sejak 18 September, harga komoditas ini sudah amblas sekitar 5%, mengacu data Refinitiv.
sumber: cnbcindonesia.com