Nilai Tukar Petani (NTP): Pengertian, Contoh, dan Perbandingan Data per Semester

Sawit Notif – Di balik terjaganya ketersediaan pangan nasional, terdapat sebuah indikator krusial yang kerap dijadikan ukuran kesejahteraan petani, yakni Nilai Tukar Petani (NTP). Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan langsung dari seberapa jauh pendapatan petani mampu menutupi biaya produksi dan kebutuhan hidup mereka. Saat NTP bergerak naik, itu berarti petani memiliki surplus dan daya beli yang lebih baik. Sebaliknya, turunnya NTP menjadi tanda yang patut diwaspadai karena berpotensi memengaruhi kestabilan pangan serta perekonomian di pedesaan.

Nilai Tukar Petani atau NTP adalah indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani. Angka ini menunjukkan perbandingan antara harga yang diterima petani (It) dari hasil penjualan produk pertanian, dengan harga yang dibayar petani (Ib) untuk kebutuhan rumah tangga maupun biaya produksi.

Secara sederhana, NTP memperlihatkan daya beli petani. Jika NTP tinggi, berarti petani memiliki kelebihan pendapatan (surplus) setelah menutup semua kebutuhan hidup dan biaya produksi. Sebaliknya, jika NTP rendah, petani justru defisit karena pengeluaran lebih besar daripada pendapatan.

rumus-ntp

  • NTP > 100 → Petani untung/surplus.
  • NTP < 100 → Petani rugi/defisit.
  • NTP = 100 → Petani impas.

Contoh Kasus

Seorang petani padi mengeluarkan biaya sebesar Rp4 juta untuk membeli pupuk, benih, membayar tenaga kerja, serta memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Dari hasil panen, ia memperoleh pendapatan sebesar Rp5 juta.

Maka:

Artinya, NTP petani tersebut adalah 125, yang menandakan kondisi surplus. Dengan setiap Rp100 biaya yang dikeluarkan, petani mendapat Rp125 dari hasil produksinya. Situasi ini mencerminkan kesejahteraan yang relatif baik karena petani masih memiliki sisa pendapatan setelah menutup biaya produksi dan konsumsi.

 

Pentingnya NTP

NTP menjadi salah satu indikator utama bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan sektor pertanian. Angka ini tidak hanya mencerminkan kesejahteraan petani, tetapi juga menjadi barometer stabilitas pangan nasional.

Ketika NTP meningkat, berarti harga produk pertanian yang diterima petani lebih baik dibanding biaya yang mereka keluarkan, sehingga memberikan dorongan positif bagi daya beli dan perputaran ekonomi di pedesaan. Sebaliknya, penurunan NTP patut diwaspadai karena dapat mengindikasikan melemahnya ketahanan pangan seiring menurunnya tingkat kesejahteraan petani.

 

Semester Rata-rata NTP (bulanan) Tren Kesejahteraan
Semester I, 2024 Nilai NTP 118 – 119 Naik dari angka 116 pada April menjadi 118,77 pada Juni.

Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, nunukankab.bps.go.id

Semester II, 2024 Nilai 120 – 122 Meningkat dibanding semester I 2024

Sumber :  nunukankab.bps.go.id, karanganyarkab.bps.go.id, kupangkota.bps.go.id

Semester I, 2025 Nilai 123 – 124 Meningkat kembali di Bulan Januari 2025: 123,68

Sumber : kupangkota.bps.go.id, Badan Pusat Statistik Indonesia

 

Interpretasi:

Secara nasional, NTP menunjukkan tren kenaikan, dari kisaran 118–119 pada Semester I 2024, meningkat ke level 120–122 pada Semester II 2024, dan kembali naik menjadi sekitar 123–124 pada Semester I 2025. Tren kenaikan yang berkelanjutan ini mencerminkan daya beli petani yang semakin membaik secara bertahap.

Apakah Tren Ini Menguntungkan Petani?

Ya, secara keseluruhan, tren kenaikan NTP dari satu semester ke semester berikutnya menunjukkan bahwa:

  • Pendapatan yang diterima petani (It) meningkat lebih cepat dibanding biaya yang mereka keluarkan (Ib), sehingga mereka mendapatkan surplus lebih besar.
  • Hal ini berarti daya beli petani meningkat, dan mereka lebih mampu memenuhi kebutuhan produksi maupun konsumsi.
  • Kenaikan konsisten ini merupakan sinyal positif bagi peningkatan kesejahteraan dan stabilitas ekonomi pertanian nasional.

Bagi pihak perkebunan sawit yang ingin mendapatkan informasi lebih lengkap silahkan hubungi  0821-2000-6888 atau kunjungi website www.pkt-group.com (AD)(SD)(DK)