Sawit Notif – Zero Burning dapat diartikan sebagai pendekatan yang ramah lingkungan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang melarang pembukaan atau peremajaan lahan tanpa pembakaran. Metode ini bertujuan untuk mengurangi risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla), menjaga kualitas udara, serta mendukung praktik pertanian berkelanjutan.
Apa Itu Zero Burning?
Zero Burning adalah teknik pengelolaan lahan tanpa pembakaran, terutama saat membuka lahan baru atau melakukan replanting (penanaman kembali) kelapa sawit yang sudah tua. Alih-alih membakar, pohon-pohon tua ditebang, dicacah menjadi potongan kecil, dan dibiarkan membusuk secara alami di lahan sebagai mulsa organik. Praktik ini membantu mempertahankan kesuburan tanah dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Tujuan dan Manfaat Zero Burning
- Mencegah Karhutla: Mengurangi risiko kebakaran yang dapat merusak ekosistem dan kesehatan masyarakat.
- Menjaga Kualitas Udara: Menghindari produksi asap yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.
- Mendukung Keberlanjutan: Memenuhi standar sertifikasi seperti RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil).
- Memperbaiki Kesuburan Tanah: Sisa tanaman yang membusuk meningkatkan kandungan organik tanah.
- Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca: Menghindari pembakaran mengurangi pelepasan CO₂ ke atmosfer.
Latar Belakang dan Sejarah Zero Burning
Zero Burning mulai dikenal luas di Indonesia sejak pertengahan tahun 1990-an, terutama setelah kebakaran hutan besar pada 1997–1998 yang menyebabkan bencana asap lintas negara di Asia Tenggara. Pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan berbagai aturan ketat mengenai larangan pembakaran lahan, dan industri kelapa sawit termasuk yang paling terdampak.
Kebijakan penting:
- UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (melarang pembakaran terbuka).
- PP No. 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan/atau Pencemaran Lingkungan Hidup terkait Kebakaran Hutan dan/atau Lahan.
- Instruksi Presiden No. 11 Tahun 2015 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.
Praktik Zero Burning / Tanpa Adanya Pembakaran di Kebun
Penebangan dan Pencacahan: Pohon kelapa sawit tua ditebang dan dicacah menggunakan alat berat seperti excavator. Batang sawit tersebut dicacah menggunakan chipping machine hingga ukuran kecil. Proses ini memudahkan pembusukan alami.
- Penggunaan Mulsa Organik : Sisa tanaman digunakan sebagai mulsa untuk menjaga kelembaban dan kesuburan tanah.
- Pengomposan: Limbah organik diolah menjadi kompos untuk digunakan kembali sebagai pupuk.
- Pembersihan Lahan Tanpa Pembakaran : Lahan dibersihkan secara manual atau mekanis tanpa menggunakan api.
- Penebangan dan Pengolahan Tanaman Tua : Pohon kelapa sawit yang tua (biasanya umur 25 tahun) ditebang dan dipotong-potong.
- Stacking and Composting : Sisa tanaman ditumpuk secara sistematis di antara jalur tanam baru untuk menjadi mulsa yang menjaga kelembaban dan kesuburan tanah dan mempercepat proses dekomposisi dengan bantuan mikroorganisme tanah.
- Excavator & bulldozer untuk menebang dan mengangkut pohon.
- Wood chipper untuk mencacah batang sawit.
- Tank sprayer bila dibutuhkan untuk aplikasi bioaktivator pengomposan.
Implementasi oleh Perusahaan Perkebunan
Beberapa perusahaan besar telah menerapkan kebijakan Zero Burning:
- GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia): Mendorong anggotanya untuk menerapkan Zero Burning dan membentuk divisi perlindungan kebakaran di setiap perusahaan anggota.
- Cargill Indonesia : Memperkuat kebijakan Zero Burning dengan pemantauan titik api secara daring dan penggunaan teknologi penginderaan termal di perkebunan kelapa sawit.
Dampak Positif:
- Tanah lebih gembur dan kaya bahan organik.
- Mikroorganisme tanah berkembang lebih baik.
- Mengurangi kebutuhan pupuk kimia.
- Menghambat erosi karena mulsa mempertahankan kelembaban dan struktur tanah.
Dampak Negatif (jika tidak dikelola baik):
- Penumpukan mulsa yang terlalu tebal bisa menjadi sarang hama dan penyakit (misalnya, Oryctes rhinoceros).
- Degradasi kualitas tanah lokal bila limbah organik dibiarkan membusuk tanpa pengelolaan.
Dukungan Kepada Petani Kecil
Petani kecil seringkali menjadi pihak yang kesulitan menerapkan Zero Burning karena:
- Biaya tinggi untuk sewa alat berat.
- Kurangnya pelatihan teknis.
- Ketergantungan pada metode bakar tradisional.
Solusi:
- Program seperti Fire-Free Village Program (FFVP)
- Pelatihan dan pendanaan bersama koperasi dan kemitraan perusahaan.
- Subsidi alat berat dan bantuan traktor dari pemerintah atau NGO.
Tantangan dalam Penerapan Zero Burning
- Biaya Operasional Tinggi: Penggunaan alat berat dan tenaga kerja tambahan meningkatkan biaya dibandingkan metode pembakaran.
- Keterbatasan Akses Teknologi: Petani kecil mungkin kesulitan mengakses peralatan dan pelatihan yang diperlukan.
- Manajemen Limbah Biomassa: Pengelolaan sisa tanaman memerlukan perencanaan dan sumber daya tambahan.
Perbandingan : Metode Pembakaran Vs Zero Burning
Aspek | Pembakaran | Zero Burning |
Biaya awal | Murah | Mahal |
Dampak lingkungan | Negatif (polusi, karhutla) | Positif (kesuburan tanah, emisi rendah) |
Waktu pengerjaan | Cepat | Lebih lama |
Citra perusahaan | Buruk | Baik (sesuai standar keberlanjutan) |
Risiko hukum | Tinggi | Rendah |
Kaitan Dengan Standar Internasional
Perusahaan kelapa sawit yang ingin mendapat sertifikasi keberlanjutan seperti:
- RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil)
- ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil)
- ISCC (International Sustainability & Carbon Certification)
Kesimpulan :
Zero Burning merupakan langkah penting menuju pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Meskipun menghadapi tantangan, terutama bagi petani kecil, dukungan dari perusahaan besar dan kebijakan pemAerintah dapat mempercepat adopsi praktik ini secara luas. Zero Burning atau tanpa pembakaran sangat bermanfaat untuk : menjaga keberlanjutan industri, mengurangi konflik sosial terkait polusi asap, melindungi kesehatan masyarakat dan ekosistem, menjawab tuntutan pasar internasional terhadap produk sawit berkelanjutan.(AD)(DK)(SD)(NR)