Sawit Notif – Kementerian Perdagangan mulai membatasi ekspor tiga produk sampingan minyak sawit yaitu imbah pabrik kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME), residu minyak sawit asam tinggi (High Acid Palm Oil Residue/HAPOR), dan minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO).
Dilansir dari sawitindonesia.com, Pembatasan ekspor ini diterbitkan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26 Tahun 2024 tentang Ketentuan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit. Permendag Nomor 2 Tahun 2025 mulai berlaku pada 8 Januari 2025.
Padahal ekspor minyak jelantah dan POME terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Ekspor POME dan HAPOR pada lima tahun terakhir (2019—2023) tumbuh sebesar 20,74 persen. Pada Januari–Oktober 2024, ekspor POME dan HAPOR mencapai 3,45 juta ton. Sementara itu, pada 2023, ekspor POME dan HAPOR mencapai 4,87 juta ton.
Menteri Perdagangan Budi Santoso, atau Mendag Busan,mengatakan, kebijakan ini ditempuh untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri minyak goreng dalam pelaksanaan program minyak goreng rakyat. Selain itu juga,untuk mendukung implementasi penerapan biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen (B40).
“Menindaklanjuti arahan Presiden, kami menegaskan bahwa prioritas utama pemerintah saat ini adalah memastikan ketersediaan bahan baku minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) bagi industri minyak goreng dan mendukung implementasi B40. Tentu akan ada dampak dari kebijakan ini.Namun,sekali lagi kami tegaskan, kepentingan industri dalam negeri adalah yang paling utama,” tuturnya.
Menteri Budi menjelaskan, Permendag Nomor 2 Tahun 2025 mengatur mengenai Kebijakan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit residu, yaitu POME dan HAPOR, dan UCO, termasuk syarat untuk mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE).
Berdasarkan Permendag 2 Tahun 2025 Pasal 3A, kebijakan ekspor produk turunan kelapa sawit berupa UCO dan Residu dibahas dan disepakati dalam rapat koordinasi antar kementerian/lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan pemerintah di bidang pangan. Selain itu, pembahasan pada rapat koordinasi termasuk ada dan tidaknya alokasi ekspor yang menjadi persyaratan untuk mendapat persetujuan ekspor.(DK)(AD)(SD)(NR).